Minggu, 20 Juli 2014

Mars GKE

Dengarkanlah suara  Tuhan memanggil, Jemaat GKE !
 Menjadi mitra Allah dalam dunia-a,  Walaupun darat, sungai dan belantara memisahkan kita, karna kasihnya yang besar kita dikuatkan. Mari wartakan firman yang kudus. Wujudkan kasih, damai dan sejahtera.Satukan hati persekutuan, dan melayani sesuai talentamu. Itulah tugas dan panggilan gereja, di dalam jemaat. Kibarkanlah panji G K E 'tuk s'lama-lamanya

Sabtu, 21 Desember 2013

Sejarah Pekabaran Injil Di Puruk Cahu




 PENGANTAR
Sangatlah penting bagi warga jemaat untuk mengetahui dan menghargai sejarah gerejanya. Baik anak-anak, remaja, kaum muda dan kita semua akan mampu melihat betapa hanya oleh kasih karunia dan penyertaan Tuhan, gereja kita bisa berdiri dan bertumbuh. Oleh sebab itulah Majelis Jemaat GKE Puruk Cahu dalam membentuk Panitia peresmian dan pentahbisan Gereja Baru “Hosana” menyisipkan salah satu unsur kepanitiaannya adalah seksi sejarah gereja. Pembentukan seksi ini bertujuan untuk membuat penulisan sejarah gereja Puruk Cahu dalam rangka mempelajari asal mula keberadaan gereja dan perkembangannya secara umum.
Dengan memperhatikan situasi dan kondisi yang ada, kami menyepakati untuk melihat sejarah perkembangan gereja ini berdasarkan kurun waktu (kronologis), dengan memperhatikan beberapa topik atau pokok bahasan (topikal). Bahan atau sumber penulisan ini sendiri sangat sederhana. Oleh karena belum sempurnanya tulisan ini, maka koreksi, tambahan informasi dan masukan-masukan dari Bapak, Ibu, Saudara (i) akan sangat membantu untuk perbaikan penulisan sejarah ini ke depan.

II. SEJARAH PEKABARAN INJIL DI PURUK CAHU
1.     Periode Pekabaran Injil: RMG - Rheinische Missionsgezelschaft zu Barmen (Jerman)
Membicarakan sejarah Pekabaran Injil di Puruk Cahu tidak dapat dilepaskan dari Sejarah Gereja Kalimantan Evangelis (GKE). Dari catatan Sejarah GKE, Pekabaran Injil di Kalimantan  dimulai pada abad XIX ketika di Eropa terjadi kebangkitan kesadaran untuk mengabarkan Injil ke seluruh dunia.  Abad ini dikenal sebagai “The Great Century” (Abad Agung) untuk Pekabaran Injil (PI). Pada tahun 1830-an tersiar kabar mengenai pulau Kalimantan di tanah Jerman.  Dalam cerita-cerita itu digambarkan mengenai ratusan ribu orang Dayak masih tertinggal dalam peradaban: sering terjadi perang antar suku, praktek pengayauan, masyarakatnya tidak mengenal pendidikan dan pelayanan kesehatan.  Orang-orang Dayak tersebut tinggal dalam “kegelapan”, karena belum menerima Injil. Karena itu  muncul kerinduan, kesadaran dan semangat yang menggebu-begu di kalangan umat Kristen di Jerman untuk memberitakan Injil ke Kalimantan.  
Kerinduan, kesadaran dan semangat itu selanjutnya diwujudkan dengan diutusnya dua orang misionaris dari Rheinische Missionsgezelschaft zu Barmen (RMG) untuk berangkat ke Kalimantan, yakni Barnstein dan Heyer.  Mereka berdua pertama-tama  datang ke Batavia (Jakarta).  Namun, Heyer walaupun dengan penyesalan kemudian harus kembali ke Jerman karena sakit.  Dan sesudah melalui perundingan  sekitar enam bulan dengan pemerintah Hindia Belanda, dengan menumpang kapal selama 44 hari, maka pada tanggal 26 Juni 1835, Barnstein untuk pertama kalinya menginjakkan kakinya di Banjarmasin.  Selanjutnya, enam bulan kemudian datang lagi menyusul tiga Missionaris dari Jerman, yakni Becker, Hupperts dan Krusmann. Dalam beberapa tahun kemudian berdatangan lagi sejumlah missionaris lainnya dari Jerman untuk memberitakan Injil di Kalimantan.
Pada tahap awal kedatangan Barnstein di Kalimantan,  maka sesuai dengan pemberitaan di jerman mengenai Kalimantan, yang pertama-tama dicarinya adalah orang-orang Dayak.  Karena itu selama beberapa bulan pertama ia mengadakan sejumlah perjalanan ke pedalaman Kalimantan untuk menjajaki kemungkinan bagi pelaksanaan pemberitaan Injil.
Menurut catatan alm. Pdt. Fridolin Ukur dalam buku Tuaiannya Sungguh Banyak, awal tahun 1900-an mulai terbuka jalan baru bagi pekabaran Injil di sepanjang Sungai Barito. Setelah baptisan bagi 79 orang di Mengkatip (atas pengaruh Kepala Suku F. Dingang pada 18 Mei 1909), maka Pekabaran Injil semakin meluas sampai ke daerah Puruk Cahu, sehingga pada tahun 1912 telah dilakukan baptisan orang Kristen pertama di daerah orang Dayak Siang (Catatan: Menurut informasi yang dihimpun, salah satu orang Dayak Siang pertama yang yang menjadi Kristen bernama Tumbak).

2.                                Periode Zending: Basler Misssionsgezellschaft (BM)
Awal abad  XX ditandai oleh tragedi dunia dengan pecahnya Perang Dunia I di Eropa.  Salah satu akibat  nyata yang dialami oleh Badan Zending RMG akibat Perang Dunia I tersebut adalah kesulitan keuangan yang parah. Badan ini tidak mampu lagi membiayai pelaksanaan PI baik di Kalimantan maupun Sumatera.  Setelah melalui berbagai pertimbangan dan kerinduan sebuah Badan Zending di Basel, Swiss yang bernama Basler Misssionsgezellschaft (BM), maka pada tahun 1920 disepakati bahwa BM mengambil alih pelaksanaan PI di Kalimantan.  Sedangkan gambaran hasil PI di Kalimantan pada waktu itu adalah : jumlah orang Kristen 5.000 orang, 14 Pemberita, 39 Penatua, 14 missionaris dan isteri mereka, 11 stasi (pangkalan induk). Langkah-langkah BM adalah menempatkan empat missionaris mereka di pangkalan induk, yakni missionaris Henking di Banjarmasin, Weiler di Tamiang Layang, Kuhnle di Mengkatip, dan Huber di Puruk Cahu.   
(Catatan: Pada saat itu ada 11 jemaat yang disebut sebagai pangkalan induk atau jemaat pusat, yakni Kuala Kapuas, Mandomai, Pangkoh, Pahandut, Kuala Kurun, Tewah, Kasongan, Mengkatip, Puruk Cahu, Tamiang Layang dan Beto).

3.     Berdirinya Geredja Dajak Evangelis (GDE) – Perubahan Nama Menjadi Gereja Kalimantan Evangelis (GKE)
Proklamasi berdirinya Gereja Dayak Evangelis dilaksanakan pada persidangan Sinode Umum di Kuala kapuas yang berlangsung sejak tanggal 2-6 April 1935. Persidangan tersebut dihadiri oleh 30 orang Kristen Dayak  dan 8 orang Penginjil Zending. Dalam persidangan tersebut, pada tanggal 4 April 1935 pukul 12 siang disahkan secara resmi Peraturan gereja I Gereja Dayak Evangelis.  Inilah tanggal yang dinyatakan sebagai berdirinya gereja Dayak Evangelis disingkat GDE sebagai gereja yang berdiri sendiri. Dalam momentum itu pada tanggal 05 April 1935 ditahbiskanlah lima orang Pendeta Dayak yang pertama lulusan Sekolah Teologia di Banjarmasin, kelima mereka adalah : Pdt. Rudolf Kiting, Pdt. Eduard Dohong, Pdt. Gerson Akar, Pdt. Hernald Dingang,  dan Pdt. Mardonius  Blantan.  
Sejak tahun 1945, GDE mulai membangun wajah baru dengan kehadirannya yang semakin kokoh di bumi Kalimantan.  Pada saat yang sama, seiring dengan tumbuhnya kesadaran dan semangat keesaan gereja, GDE semakin terlibat di dalam kegiatan oikumenis gereja gereja di Indonesia.  Hal ini selanjutnya ditunjukkan dengan kesadaran bahwa orang-orang yang bisa menjadi anggota gereja ini bukan hanya orang Dayak, melainkan semua orang dari berbagai suku bangsa yang ada di Kalimantan.
Atas dasar kesadaran oikumenis itulah, maka pada Sinode Umum GDE ke-5 Di Banjarmasin pada tahun 1950, seiring dengan masuknya GDE menjadi anggota Dewan gereja-gereja Di Indonesia (DGI), nama Gereja Dayak Evangelis (GDE) diganti menjadi GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS” (GKE). Gereja ini tidak lagi membatasi diri sebagai gereja suku tetapi gereja yang terbuka untuk semua orang yang ada di Kalimantan.

III. KEBERADAAN GEREJA DI PURUK CAHU
1.    Periode Gereja Pertama (Aktif dipakai tahun ..... – 1967)
Sangat disayangkan bahwa kita tidak memiliki informasi/data mengenai kapan pembangunan gereja pertama di Puruk Cahu dimulai dan bagaimana proses pembangunannya. Informasi yang ada menyebutkan bahwa Gereja Puruk Cahu yang pertama kali didirikan oleh pihak Zending, terletak di atas TK Pertiwi (Jl. Sengaji) yang ada sekarang dan menghadap ke timur, dengan keadaan bangunan yang sangat sederhana. Gedung gereja ini masih belum mempunyai nama, hanya ada papan nama di atas gereja yang bertuliskan Gereja Dayak Evangelis Borneo. Gedung gereja tersebut beratap sirap ulin, bertiang dari kayu ulin, sedangkan lantai dan dinding terbuat dari kayu lanan biasa. Di atas/muka gereja dibuat tangga naik dari kayu ulin dan disambung sampai ke bawah. Demikian pula keadaan dalam ruang gereja, peralatan yang ada masih sederhana sekali. Ada bangku-pangku panjang untuk tempat duduk jemaat yang datang beribadah, ada mimbar, meja altar, ada orgel dan ada tempat untuk menaruh vas bunga yang terbuat dari vorselin sebanyak dua buah dan ditempatkan di kiri-kanan meja altar. Pemain orgel/musik gereja pada waktu itu ialah almarhum Cornelis Dullah.
Selain gedung gereja, sarana pra-sarana yang ada antara lain:
a)    1 (satu) buah Ganta/ Lonceng gereja. Pada masa gereja pertama ini,  menara tempat ganta/lonceng gereja didirikan terpisah dari bangunan gereja. Ganta/lonceng gereja ini masih baik dan dipakai terus-menerus di bangunan gereja selanjutnya (juga tetap menjadi ganta/lonceng gereja sekarang).
b)    1 (satu) buah Asrama Putri/Internat yang menyatu dengan bangunan Pastori (sebelumnya kita kenal sebagai Pastori I)
c)    3 (tiga) buah bangunan rumah. 2 rumah terletak berdekatan dengan gedung gereja (pernah ditempati oleh Cornellis Dullah dan menurut informasi juga pernah ditempati oleh orang tua Bpk. Willy M. Yoseph) dan 1 rumah lainnya terletak di Jl. Sengaji. Rumah-rumah ini biasanya ditempati oleh para pendeta, pambarita atau pekerja gereja lainnya.
d)    1 (satu) tempat Kuburan/kompleks pemakaman, yang lokasinya sama dengan kuburan yang ada sekarang di Jl. Gereja. Pada waktu itu di kompleks pemakaman tersebut ada bangunan berbentuk joglo, yang dipakai untuk ibadah pemakaman.
Pada waktu itu jumlah warga jemaat masih sedikit (diperkiran +/- 200 jiwa). Walau demikian, pelayanan jemaat sudah mulai bertumbuh. Kebaktian Minggu di gereja selalu dilaksanakan.  Pelayanan gereja juga mencakup kebaktian keluarga, SHM dan pelaksanaan katekasasi. Untuk wadah pelayanan kategorial pemuda sudah ada dan disebut Kepanduan Kristen Indonesia.
Pendeta/Pambarita Yang Melayani:
1.    ...........Misionaris dari RMG (Jerman)
2.    Misionaris Huber dari Basler Mission(Swiss), sekitar tahun 1920
3.    Pdt. W. Bogle, sekitar tahun 1937
4.    Pdt. Hernald Dingang
5.    Pdt. M. Bandrang
6.    Pdt. Hendrik Honogger, sekitar tahun 1950
7.    Pdt. Braound
8.    Pdt.Stoller
9.    Pdt.Y.H. Tunda, sekitar tahun 1953
10. Pdt. Bola Dullah, sekitar tahun 1954-1964
11. Pdt. Donisius Inso, sekitar tahun 1964 - 1966

Selain para pendeta di atas, juga ada beberapa orang pambarita yang pernah melayani di wilayah resort/Jemaat Puruk Cahu, yakni:
1.      Benyamin Kamis
2.      Yunias Lantik
3.      Andreas Uti
4.      Yan. Tumbang
5.      Tumbak
6.      Pery Karmandi
7.      Imanuel Nyalung
8.      Suar Anggen
9.      Piether Narang (Bp. Juang)

Di antara warga jemaat dipilih beberapa orang “Bakas Ungkup” (catatan: pada waktu itu belum dipakai istilah penatua-diakon, dan para bakas ungkup ini dipilih oleh jemaat dari warga jemaat yang “dituakan”). Beberapa  “Bakas Ungkup” pada waktu itu antara lain: Bpk. B. Ahad, Dither Radjab, Theo Basyar, Juda Basyar, Jakub Basyar, Waldemar Buhoy, Loren Tarung, A.T. Dullah, Midel Yoseph, W. NG. Mangkin, Y.H. Tundan, CH.K. Wandray, Darius Engkak, A. Tarang K., Limber Saha, Sanderman Macan, Yoseph Ngindra, Andung Satu, Ruben Rampai, W.T. Toerah, Idjar Kabur, Toendjoeng Silam, dll.




2.    Periode Gereja Ke-Dua (Aktif dipakai tahun 1967 – 1994)
Gereja ke-dua terletak di Jl. Gereja, tepat di samping makam Pahlawan (Jl. Pahlawan) sekarang. Pembangunan Gedung Gereja dilaksanakan melalui swadaya jemaat  (gotong-royong). Beberapa orang warga yang menjadi “Tukang Bangunan”dari ungkup) adalah Damang, Imanuel Nyalung dan A.T. Dullah, dan penting untuk diketahui bahwa pembangunan ini dibantu oleh Juda Liang yang merupakan seorang Muslim. Hal ini menggambarkan bahwa perbedaan agama tidak menjadikan masyarakat terpecah-pecah, tetapi tetap menjaga nilai-nilai kebersamaan, dan kekeluargaan. Selain swadaya jemaat, pembangunan gereja ke-dua ini sudah mulai ada bantuan pemerintah. Untuk pertama kalinya, bangunan gereja ke-dua ini mulai memakai nama “Hosana”. Beberapa anggota jemaat yang terlibat dalam pembuatan nama “Hosana” pada waktu itu antara lain: Charles Timbung, B.P. Situmorang, dan Gideon Y. Renteng. Menurut informasi yang dihimpun, pada waktu itu tidak ada dilaksanakan pentahbisan gedung gereja.
Pada masa periode gereja ke-dua ini, kebaktian Keluarga sudah mulai dilaksanakan. Begitu pula dengan kategorial SPW, SPP, SPR, dan SPA.
Pendeta/Pambarita Yang Melayani dan menjabat sebagai Ketua Majelis Resort/Jemaat antara lain:
1.    Pdt. M.P. Maden (sekitar tahun 1966-1970)
2.    Pdt. Daniel K. Jarun (sekitar tahun 1970-1973)
3.    Pdt. Martin Bartel (sekitar tahun 1975 - 1978
4.    Catatan: Karena sempat terjadi kekosongan jabtan Ketua Resort, maka untuk sementara dijabat oleh Bpk. W.Ng.Mangkin (Wakil Ketua Majelis Resort)
5.    Pdt. Adrianson Luwuk, Sm.Th (sekitar tahun 1980 -1992)
6.    Catatan: Karena sempat terjadi kekosongan jabtan Ketua Resort, maka untuk sementara dijabat oleh Bpk. W.Ng.Mangkin (Wakil Ketua Majelis Resort)
7.    Pdt. Edison BK (1990-1996, sejak yang bersangkutan sebagai Vikaris menjabat sebagai ketua resort/jemaat tahun 1993-1996)

Selain dari para ketua Majelis Resort/Jemaat Puruk Cahu di atas, para Pendeta/Pambarita lainnya yang pernah ikut melayani di gereja ke-dua ini antara lain:
1.    Pdt. E.D.  Adhesa, sekitar tahun 1974-1978
2.    Pdt. Dihan Astion

Beberapa pendeta GKE yang menjadi Vikaris:
1.    Alm. Pdt. O.G. Nainggolan, vikaris di resort Puruk Cahu tahun 1974/1975
2.    Alm. Pdt. Risto Imey, vikaris di resort Puruk Cahu tahun 1977
3.    Pdt. P.H. Oedoy, vikaris di resort Puruk Cahu tahun 1976/1977
4.    Pdt. Rusbandi Tumon, vikaris di resort Puruk Cahu tahun 1983/1984

Selain para pendeta/pambarita/vikaris, peran para Penatua/ Diakon pada Periode ini juga sangat penting dalam pertumbuhan jemaat. Karena jumlah pekerja gereja tersebut masih terbatas, maka pelayanan para penatua-diakon pada masa itu mencakup : Berkhotbah di kebaktian Minggu di gereja dan kebaktian keluarga , pelayanan baptisan, melaksanakan Pemakaman/ Penguburan, pemberkatan Nikah, maupun pelayanan Perjamuan Kudus. Beberapa Penatua-Diakon yang melayani pada periode ini antara lain : W.NG. Mangkin, J.H Tundan, Manase Y. Renteng, Asbel Y. Renteng. Albert Asse, Pardi Simatupang, CH. K. Wandray, Ny. E. Manulang, Hendrik Arif, Edison S. Hamad, Ardian Engkak, Ny. Tirsa Engkak, Andung Satu, dll.

3.  Periode Gereja Ke-Tiga (Aktif dipakai tahun 1994 - 2009)
Pembangunan dimulai tahun 1988 , kondisi tanah yang tidak rata (berbukit) membuat proses pembangunan memakan waktu cukup lama. Tahun 1994 dilaksanakan Pentahbisan Gereja oleh Pdt. Tawar Soewardji, M.Th (pada waktu itu menjabat selaku Sekretaris Umum Majelis Sinode GKE)
Adapun Panitia Pembangunan Gereja yang melaksanakan pekerjaan pembangunan gereja ke-tiga ini antara lain:

Panitia Pembangunan I
Ketua              : Eduard. Y. Basyar
Sekretaris      : Pardi Simatupang
Bendahara    : Ny. Marseile S. Rokes Djambi

Panitia Pembangunan II
Ketua              : CH. K. Wandray
Sekretaris      : Yerry Nyahu
Bendahara    : Hendrik Arif

Panitia Pembangunan III
Ketua              : Drs. Hadiyasman
Sekretaris      : Yerry Nyahu
Bendahara    : Hendrik Arif

Panitia Pembangunan IV
Ketua              : Banus G. Gau
Sekretaris      : Yerry Nyahu
Bendahara    : Hendrik Arif

Pendeta/Pambarita Yang Melayani dan menjabat sebagai Ketua Majelis Resort/Jemaat antara lain:
1.    Pdt. Adrianson A. Luwuk (Ketua Resort/Jemaat, 1980-1992)
2.    Catatan: Karena sempat terjadi kekosongan jabtan Ketua Resort, maka untuk sementara dijabat oleh Bpk. W.Ng.Mangkin (Wakil Ketua Majelis Resort)
3.    Pdt. Edison B.K. (1990-1996, menjabat sebagai Ketua Resort/Jemaat tahun 1993-1996)
4.    Pdt. Togu Simanjuntak (Ketua Resort/Jemaat, tahun 1996-1999)
5.    Catatan: Karena sempat terjadi kekosongan jabatan Ketua Resort, maka untuk sementara dijabat oleh Bpk. Karmin Diwil (Wakil Ketua Majelis Resort)
6.    Pdt. Rututman (Ketua Resort/Jemaat, tahun 1999-2001)
7.    Pdt. Sriono, S.Th (Ketua Resort/Jemaat, tahun 2001-2005
8.    Pdt. Manase Bukit (Pendeta Jemaat, tahun 1999-2000)

Beberapa Catatan Penting:
1.      Pada Sinode Resort tahun 1990/1991 yang dilselenggarakan di Puruk Cahu, diputuskan bahwa  jemaat-jemaat di wilayah kecamatan Permata Intan dan Seribu Riam Resort memisahkan diri (pemekaran) dari Resort  Puruk Cahu dan membentuk resort baru (resort Permata Intan). Kemudian pada tahun 2000, jemaat-jemaat di wilayah kecamatan Seribu Riam memisahkan diri (pemekaran) dari Resort Permata Intan dan membentuk resort Seribu Riam.
2.      Peristiwa bersejarah pelayanan Jemaat Puruk Cahu mencakup terjadinya “Pemisahan Jabatan Ketua Resort Dengan Ketua Majelis Jemaat” yang diputuskan melalui Sinode Resort di Saripoi pada Nopember 2004. Keputusan ini dilanjutkan dengan Persidangan Jemaat GKE Puruk Cahu pada Januari 2005 yang salah satu keputusannya adalah merekomendasikan Pdt. Mantikey Teras, S.Th sebagai Ketua Majelis Jemaat GKE Puruk Cahu (Menjabat sebagai Ketua MJ GKE Puruk Cahu tm. Januari 2005 – Mei 2006).  Karena yang bersangkutan menjadi guru/PNS dan sesuai dengan peraturan GKE, maka yang bersangkutan mengundurkan diri dari jabatan sebagai pendeta organik GKE pada bulan Mei tahun 2006. Pada saat itu, terhitung dari bulan Juni – Desember 2006 terjadi kekosongan jabatan Ketua Jemaat. Baru pada Persidangan Jemaat GKE Puruk Cahu Januari 2007, disepakati bahwa yang menjadi Ketua Jemaat adalah Pdt. Guste, S.TH (Menjabat sebagai Ketua MJ GKE Puruk Cahu tm. Januari 2007 – Mei 2009). Sehubungan dengan terbitnya Surat Keputusan MS GKE perihal mutasi Pdt. Guste, S.Th ke Resort GKE Seribu Riam, maka sejak Juni 2009 sampai sekarang yang menjabat sebagai Ketua Majelis Jemaat GKE Puruk Cahu adalah Pdt. Ayang Setiawan, M.Th, tm. Juni 2009 – sekarang.
3.      Selain pemisahan jabatan Ketua Resort dan Jemaat, dalam persidangan jemaat Januari 2005 juga menyepakati Pembentukan 3 (tiga) Lingkungan pelayanan. Pada saat itu disepakati juga bahwa yang menjadi ketua Lingkungan periode tahun 2005 – 2008 adalah:  Bpk. Batara A. Satu (Ketua Lingkungan I), Bpk. Aguslis U. Ranan (Ketua Lingkungan II), dan Bpk. Yerry Nyahu sebagai Ketua Lingkungan III. Sedangkan untuk Periode II tahun 2008-2010 adalah: Bpk. Thosiba Harianto (Ketua Lingkungan I), Bpk.Siswanter CD (Ketua Lingkungan II. Sebelumnya dijabat oleh Bpk. Sugianto Panala Putra yang pindah/mutasi kerja ke Muara Teweh), dan Bpk. Yance Sirenden (Ketua Lingkungan III)

4.  Periode Gereja Ke-Empat : Awal Pembangunan Sampai Pada Saat Peresmian dan Pentahbisan Gereja (8 Mei 2005 - 8 Desember 2009)
Pasca pembentukan Kabupaten Murung Raya tahun 2002, terjadi pembangunan dan perkembangan masyarakat yang semakin cepat. Hal ini juga terlihat dalam kehidupan berjemaat, di mana jumlah warga jemaat semakin bertambah seiiring kedatangan warga Kristiani yang pindah tugas di wilayah Puruk Cahu. Melihat perkembangan tersebut, mulai berkembang wacana untuk membangun kembali sebuah gedung gereja baru yang mampu menampung warga jemaat yang beribadah dan dengan bangunan yang lebih representatif.
Pada persidangan jemaat Tahun 2005 diputuskan untuk membangun gedung gereja baru dan peletakan Batu Pertama dilkukan pada hari Minggu, tanggal 8 Mei 2005 oleh Ketua Umum MS GKE pada waktu itu, yakni Bpk. Pdt. Tawar Soewardji, M.Th dan Bupati Murung Raya, Bpk. Ir. Willy M. Yoseph, MM. Panitia Pembangunan yang dibentuk mulai bekerja dan mengumpulkan dana melalui kolekte, sumbangan warga jemaat/donatur, lelang, dan yang juga berperan besar adalah bantuan Pemerintah Daerah Kabupaten Murung Raya dan Pemerintah Propinsi Kalimantan Tengah. Akan halnya bantuan pemerintah tersebut berupa dana hibah yang diserahkan secara langsung kepada Panitia Pembangunan (2007-2008) dan sejak tahun 2009 diserahkan melalui jasa pihak ke-tiga (rekanan).
Besarnya bantuan Pemeritah (terutama dari Pemerintah Daerah Kabupaten Murung Raya) membuat harapan sebagian besar jemaat agar proses pembangunan gereja bisa segera diselesaikan. Pada tahun 2007, gedung gereja Baru tersebut (dalam keadaan pembangunan yang belum rampung) dijadikan sebagai tempat perayaan Natal 2007.
Pada tahun 2008, dalam rapat MJ-GKE Puruk Cahu diputuskan untuk melaksanakan Peresmian dan Pentahbisan Gereja Baru dan untuk melaksanakannya BPH MJ-GKE Puruk Cahu telah menerbitkan Surat Keputusan N0. : 28/BPH-MJGKE/PC/KEP/09/2008 tertanggal 9 September 2009 Panitia Peresmian dan Pentahbisan Gedung Gereja Baru.
Sehubungan dengan belum rampungnya pembangunan gedung gereja, rencana tersebut ditunda. Kemudian pada rapat evaluasi II Majelis Jemaat GKE Puruk Cahu yang dilaksanakan tanggal 19 Juli 2009, diusulkan untuk melaksanakan peresmian dan pentahbisan di tahun 2009. Usulan ini disetujui dan diputuskan dalam rapat bersama dengan Panitia Pembangunan untuk melaksanakan peresmian dan pentahbisan Gereja Baru di tahun 2009 ini juga. Menindaklanjuti keputusan rapat ini, BPH MJ-GKE Puruk Cahu mengadakan rapat dan menerbitkan Surat Keputusan No. 173/BPH-MJGKE/PC/KEP/IX/2009 Tanggal, 01 September 2009 tentang Panitia Peresmian dan Pentahbisan Gedung Gereja Baru dengan tetap berpedoman pada Surat Keputusan yang diterbitkan pada tahun 2008 sebelumnya.
Adapun Panitia Pembangunan Gereja yang melaksanakan pekerjaan pembangunan gereja ke-empat ini antara lain:

Panitia Pertama
Ketua             : Drs. Lukman Setiawan
Sekretaris      : Batara A. Satu, S.Pd
Bendahara    : Ny. Mardiana, S.Pd


Panitia Ke-dua
Ketua             : Drs. Lukman Setiawan
Sekretaris      : Patusiadi, S.Ip, Ap, M.Ap
Bendahara    : Ny. Mardiana, S.Pd

Pada saat persemian dan pentahbisan ini dilaksanakan, jemaat Puruk Cahu dilayani oleh 4 (empat) orang Pendeta Organik GKE, yakni :
1.    Pdt. Ayang Setiawan, M.Th (Ketua Jemaat, pendamping lingkungan I)
2.    Pdt. Edy Liverda, S.Th (Pendamping Lingkungan II. Selain sebagai pendeta pelayanan jemaat GKE Puruk Cahu, juga menjabat sebagai Ketua Majelis Resort GKE Puruk Cahu sejak tahun 2006 sampai sekarang)
3.    Pdt. Ina Sisani (Pendamping Lingkungan III)
4.    Pdt. Lolytha (Tugas sementara di Jemaat Puruk Cahu sejak Oktober s.d. Desember 2009, sebelum penempatan di jemaat Konut per 1 Januari 2010)

IV. KESIMPULAN/PENUTUP
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan beberapa hal penting sebagai berikut:
1.      Pekabaran Injil di Puruk Cahu merupakan lanjutan keberhasilan pekabaran Injil oleh para Misionaris RMG (Rheinische Missionsgezelschaft zu Barmen, dari Jerman) sehingga di daerah Dayak Siang dapat dilakukan baptisan pertama pada tahun 1912. Pekerjaan pekabaran Injil oleh RMG (Jerman) dilanjutkan oleh BM (Basler Mission, Swiss) yang mengutus Misionaris Huber ke Puruk Cahu pada tahun 1920. Pada saat itu dapat dipastikan bahwa jemaat Puruk Cahu sudah mulai bertumbuh sehingga statusnya menjadi “Pangkalan Induk” atau “Jemaat Pusat”.
2.      Pada tahun 1937 telah dilaksanakan Baptisan Kudus atas nama Helene oleh Pdt. W. Bogler di gereja pertama. Berdasarkan fakta ini, besar kemungkinan bahwa bangunan gereja pertama di Puruk Cahu sudah berdiri sebelum tahun 1937 tersebut. Kami menduga, pembangunan gereja pertama terjadi antara tahun 1935 – 1937, karena nama GDE (Geredja Dajak Evangelis Borneo) yang terdapat dalam tulisan di gereja tersebut baru ada setelah berdirinya GDE secara resmi pada tanggal 4 April 1935.
3.      Jika melihat pertumbuhan jemaat dari tahun ke tahun, kita melihat bahwa wilayah pelayanan jemaat dan resort semakin mengecil (Resort Puruk Cahu – Resort Permata Intan – Resort Seribu Riam) dan saat ini ada wacana pemekaran calon resort Saripoi. Hal ini merupakan pertanda positif akan pertumbuhan jemaat, baik dari segi kuantitas maupun dari segi kualitas, yang menuntut efektifas dan intensifitas pelayanan.

Demikianlah sejarah gereja di Puruk Cahu. Kami sangat mengakui bahwa tulisan ini masih sangat sederhana dan jauh dari kesempurnaan. Jika ada kekeliruan dalam penulisan nama, tempat, maupun data-data lainnya, kami memohon maaf dan sangat terbuka untuk masukan/kritik dari bapak/ibu/sdr (i) sekalian demi perbaikan tulisan ini. Kiranya apa yang telah dialami oleh pertumbuhan jemaat di masa lalu dapat memperlihatkan betapa Tuhan Allah di dalam Roh Kudus, Yesus Kristus sebagai Kepala Gereja selalu menyertai umat-Nya. Ini pula yang memberi motivasi akan pertumbuhan jemaat selanjutnya sampai masa kedatangan Kristus yang ke-dua.

“Aku menanam, Apolos menyiram, tetapi Allah yang memberi pertumbuhan. Karena itu yang penting bukanlah yang menanam atau yang menyiram, melainkan Allah yang memberi pertumbuhan. Baik yang menanam maupun yang menyiram adalah sama; dan masing-masing akan menerima upahnya sesuai dengan pekerjaannya sendiri. Karena kami adalah kawan sekerja Allah; kamu adalah ladang Allah, bangunan Allah.” I Korintus 3:6 –